164

Dunia kecil kami berguncang hanya karena sebuah mimpi. Mendadak kami terbangun dan dihadapkan pada kenyataan yang ternyata membawa hujan ke dunia kami. Hari ini langit di atas kami mungkin kelabu, padahal kami mengecatnya merah muda kemarin. Kami meletakan banyak bintang malam sebelumnya, tapi seperti disiram air bah mereka lari serabutan. Kami meminta matahari bersiaga, agar menyulap siang yang tak pernah berakhir, tapi ia tenggelam bersamaan dengan datangnya bayangan.

163

Selama satu menit ke belakang dan dua menit ke depan saya marah,
sampai saya ingat kalau sebenarnya tidak ada yang berubah,
sampai saya meyakinkan diri saya kalau saya tidak punya alasan,
sampai saya tidur nyenyak dan bisa terbangun dan menertawakan
apapun yang akan saya impikan malam ini.
Selamat tidur semuanya,
selamat tinggal April!

162

Saya sedang menulis sebuah lagu

Nadanya sudah dimainkan
Liriknya sudah tertulis
Tapi nada dan lirik tidak mau bersama

161

Tampaknya aku sangat suka akhir
Entah antipati pada kekekalan
Ketidaksukaan pada selamanya
atau kesetiaan pada realita
tapi aku hanya bisa jatuh cinta pada sesuatu yang memiliki akhir

160

Hari ini si matahari mendatangi saya, dengan cengiran luar biasa lebar dan wajah bahagia seperti baru menang undian semilyar. Dia tidak membawa kabar baik, memang ekspresi defaultnya begitu. Hampir dua tahun yang lalu juga dia pernah mendatangi saya dengan ekspresi serupa, bercerita soal dunia di bawah laut dan pertempuran suku indian di seberang lautan. Saat itu saya mengangguk-angguk dan berpikir, ada juga mahluk aneh begini. Sampai sekarang saya masih takjub.

159

Lambat laun kita mulai alpa,
seperti orang yang mulai mendekati ajal,
meskipun tanpa uban dan kerentaan.

158

Bukankah impian banyak orang untuk berkata,

persetan dengan dunia,
persetan dengan prinsip,
saat ini saya bahagia,
dan saya masih ingin menggenggam kebahagiaan ini

apakah saya masuk dalam kategori banyak,
saya belum tahu.

157

Saya memberikan kutukan pada orang-orang di sekitar saya; barangkali buruk bagi beberapa orang, kali saja berkah bagi orang lain. Saya mengutuk mereka agar tidak melupakan saya, agar memori mereka akan saya tidak akan pernah hilang. Saya bukan penyihir limbah, tidak bisa menggerakan kastil mengelilingi dunia, tidak bisa menangkap bintang jatuh juga (nama saya juga tidak terdiri dari empat huruf dan diawali dengan huruf H), tapi kutukan saya lebih kuat dari Maleficent. Oh, saya yakin anda juga ingat sekarang, bahwa saya pernah memberitahukan sebuah rahasia pada anda. Sampai saat ini, apa rahasia itu masih anda jaga?

156

Di puluhan kilometer antara Bogor-Bandung, saya baru sadar bahwa saya kehilangan kunci. Ruangan tempat saya menumpukan ribuan mimpi saya tidak lagi bisa dibuka. Saya mungkin harus menunggu sampai kunci penggantinya selesai, tapi selagi menunggu, mimpi saya tersegel rapat-rapat. Apa enaknya hidup tanpa mimpi?

155

Saya sedang membutuhkan orang-orang dengan aura positif dan yang pertama kali terlintas di pikiran saya si matahari. Walaupun frekuensi saya melihat dia sekarang bisa cuma sekali tiap dua minggu (itu saja sudah beruntung) tapi cahayanya sangat silau sampai saya bisa buta beberapa hari.

Tapi kalau bicara tentang si matahari, jadinya tidak bisa dipisahkan dengan si titanium. Mengutip kata sebuah buku, titanium itu kuat, tahan banting, dan classy. Titanium adalah salah satu orang yang mengenal si matahari dari awal, padahal saya tidak pernah bercerita apa-apa.

Kedua-duanya luar biasa; matahari yang tak pernah terbenam dan titanium yang tahan banting. Saya ingin lebih bersinar seperti matahari dan lebih tahan banting sekuat titanium. Mungkin kalau bertemu mereka lagi saya akan meminta saran agar bisa jadi seperti mereka.

154

Sole, si matahari, sudah lama tidak kelihatan. Memang kami tinggal di dunia yang berbeda, jadi tidak mengherankan kalau ia jarang muncul. Tapi sekali-kali aku mengintipnya dari jendela dan dia masih bersinar dengan terang sehingga aku jadi ikut berpendar.

Heran aku, ternyata ada juga orang seperti dia. Sang pencipta pasti membentuknya dengan penuh cinta hingga ia bisa selalu terang begini. Memang kami tinggal di dunia yang berbeda, tapi ia tidak pernah enggan berbagi cahaya. Padahal sudah menahun aku mencuri sinarnya, namun ia tetap saja begini.

153

Saya sudah berkali-kali diingatkan (dididik, ditempa, dipaksa untuk memahami, atau apapun ungkapan yang paling pas) bahwa saya tidak boleh bergantung pada orang lain. Bertahun-tahun ibu saya menekankan poin ini kepada saya sampai pada suatu waktu saya memang bisa berdiri sendiri, sampai saya berpikir bahwa kalaupun saya dibuang ke hutan seorang diri juga saya tetap akan hidup; bahkan sekalipun saya manusia terakhir di bumi, saya akan tetap hidup.

Tapi ada waktu saya luluh, terlalu dimanja oleh keadaan sampai saya jadi lupa bahwa pada dasarnya manusia adalah mahluk individu. Saya mulai bergantung, saya mulai lemah, saya mulai merasa bahwa saya tidak bisa hidup tanpa orang lain. Entah kenapa (seperti kebiasaan) isu ini selalu muncul setahun sekali, seperti sudah diagendakan. Tahun kemarin saya bisa bangkit dalam waktu satu bulan, kesibukan kepanitiaan sangat membantu waktu itu. Tahun ini kesibukan saya tiga kali lipat, tapi bukannya membantu justru saya jatuh.

Semuanya akan berakhir dengan baik; karena Tuhan mencintai semua mahluknya dan Dia tidak akan memberikan beban yang lebih berat daripada apa yang bisa saya tanggung. Sayangnya saat ini saya kadang-kadang masih tidak bahagia. Satu setengah bulan sudah berlalu dan saya masih harus berpegangan sampai tangan saya sakit. Saya tidak ingat kapan terakhir kali saya merasa selemah, seremeh ini. Kata mereka saya orang yang kuat dan ceria, lalu kemudian di depan mereka saya menangis. Kalau ditampung bisa jadi satu galon sudah. Untungnya saya tidak mencoba menghitungnya, saya takut akan terkejut sendiri kalau perasaan diukur dengan angka.

Ini bagian dari hidup, pembelajaran, setelah ini saya akan lebih kuat. Iya, saya tahu itu. Dari awal juga saya tahu. Tapi rasanya tetap tidak enak. Saya ingat waktu TPB, ketika saya jatuh sampai kepala saya terbentur tanah, sesudahnya saya menangis lama karena merasa dilupakan oleh keluarga saya. Itu kali pertama saya menangis di depan orang banyak karena masalah pribadi. Saya kira itu akan jadi kali terakhir juga. Sampai kemudian saya menangis di kelas tanggal 15 Maret (iya, saya masih ingat tanggalnya), di lab, di depan sekretariat; sampai orang-orang di sekitar saya bingung dan hanya bisa memeluk saya sampai saya berhenti menangis. Kalau dipikir ulang lucu juga. Bagaimana trigger yang sama bisa memunculkan reaksi yang berbeda pada dua waktu yang berlainan.

Saya berusaha keras untuk lupa, tapi sepertinya semakin dipaksa saya justru semakin ingat. Padahal semuanya sudah kabur; dan saya tidak ingat lagi sebenarnya apa yang saya perjuangkan. Yang saya pahami sekarang adalah saya yang saat ini amat sangat lemah sampai membutuhkan sesuatu untuk menopang saya dan sampai saya menemukan kembali diri saya yang lama, saya tidak akan bisa bangkit. Ini perubahan yang lamban, saya tahu saya sudah mulai bergantung sejak Oktober tahun lalu. Dan memutar balik (apalagi ketika tidak ada check point-nya) segalanya untuk menemukan diri saya yang lama tidak bisa semudah itu.

Tapi saya mulai ingat mimpi-mimpi saya yang selama ini saya lupakan karena terlalu sibuk memikirkan orang lain. Saya pernah bilang saya takut dilupakan, tapi saya tidak sadar bahwa saya bahkan sudah melupakan diri saya sendiri. Saya ingin membahagiakan orang lain tapi saya tidak berusaha membahagiakan diri saya sendiri. Saya mendoakan kebahagiaan orang lain tapi saya tidak mendoakan diri saya sendiri. Lalu ketika saya menuliskan paragraf ini saya tiba-tiba teringat satu bait dari salah satu lagu Wicked (tidak relevan, tapi bagus untuk dikutip):


"Too long I've been afraid of losing love I guess I've lost

Well, if that's love, it comes at much too high a cost"

Ketika tidak ada orang yang berupaya membahagiakan saya; hanya saya yang tersisa. Kadang saya pikir saya sama seperti Tinkerbell, hati saya kecil dan hanya bisa menampung satu emosi pada satu waktu. Mungkin itu sebabnya saya bisa menangis di satu waktu dan tertawa keras di menit berikutnya. Saya biasanya terlalu bangga untuk mengeluh begini tapi kali ini saya bisa bilang, tugas saya untuk beberapa hari ke depan terlalu banyak; saya tidak yakin akan selesai walaupun saya mengorbankan waktu tidur saya. Saya stress dan saya ingin kabur tapi saya sudah terlanjur mengiyakan semua tugas ini. Dan saya masih punya keyakinan kalau segalanya akan selesai dengan baik pada waktunya. Meskipun saat ini saya agak panik dan tidak tahu harus melakukan apa (dan menulis ini semua tidak membantu, tapi saya butuh menyalurkan emosi saya).

"Apa yang nggak buat kamu?" | "Aku akan selalu ada buat kamu"

Jangan sembarangan mengatakan hal-hal kayak gini; ketika kamu nggak bisa nepatin ini semua akhirnya akan jadi kebohongan. Sekalipun saya merasa egois pada banyak kesempatan, menurut saya banyak orang yang sama egoisnya dengan saya. Walaupun saya sebenarnya tidak bisa menilai orang begitu saja; tapi sebenarnya saya kecewa ketika saya tidak mendengar permintaan maaf yang menurut saya seharusnya dikatakan pada saya. Tapi saya tahu saya tidak bisa mengekspektasi orang lain untuk bersikap sesuai dengan yang saya inginkan. Jadi walaupun saya mengeluh di sini, saya memarahi diri saya dalam hati karena lagi-lagi saya berharap pada orang lain. Pemikiran yang luar biasa bodoh. Saya masih berbenah diri tapi kalau sudah  menemukan diri saya yang lama, saya tahu saya akan jadi invincible.


Dengan berakhirnya tulisan ini saya memutuskan akan menjadi Elphaba.

Selamat tidur.

Oyasuminasai!

152

Kemarin saya berbicara dengan seorang teman yang memiliki pemikiran yang sama dengan saya setahun yang lalu. Topiknya mengenai manusia dan betapa sesuatu yang kompleks sebenarnya hanya terlihat seperti itu dari luar, sedangkan di dalamnya tidak lebih sulit daripada menjumlahkan dua bilangan satu digit. Saya jadi ingat ketika dunia terlihat tidak lebih sulit daripada bermain gundu, ketika saya punya sejuta pertanyaan dan dunia memberikan milyaran jawaban yang semuanya masuk akal. Barangkali saya seharusnya lebih lama berbicara dengan teman ini.

151

Saya jarang membenci, baru satu kali saja saya benar-benar merasakan perasaan negatif ini hingga meskipun sudah hampir empat tahun terlewat saya masih mengingat dengan jelas wajah-wajah mereka dan masih mengutuknya dalam mimpi saya. Padahal empat tahun itu waktu yang lama. Amat sangat lama bahkan.

150

Saya kagum pada seorang yang bisa mencinta dalam diam. Memberikan dukungan tanpa syarat, peduli tanpa memaksa, dan selalu ada tanpa meminta.

Saya hanya si muram yang masih ceroboh dalam hidup. Sampai nanti juga barangkali saya akan terus melakukan kesalahan dan tak pernah menunjukkan penghargaan pada anda. Tapi dalam hati saya akan selalu kagum. Salute!

149

Saya tak pernah mengerti kenapa dinamai komidi putar

ketika tak ada yang melakukan akrobat.
Tapi dunia mengomidikan saya
padahal saya juga tidak sedang unjuk diri,
apalagi akrobat.

148

Di daratan tempat kami tinggal, tiap rumah dihubungkan dengan jembatan pelangi. Walaupun kami bukan leprechaun, kami menyimpan emas di ujung pelangi masing-masing. Barangkali tidak satu baskom, mungkin kadang hanya satu keping. Inilah cara kami memberikan salam, karena brankas tak selalu aman dan kami saling percaya. Tapi jangan kau ambil tanpa izin walaupun niatmu meminjamnya hanya untuk satu menit. Kami cinta emas dan hukuman bagi pencuri adalah pengasingan yang amat sangat lama.

147

Kami melayangkan sebuah surat kaleng

disandi sedemikian rupa sehingga hanya
aku kamu dan Tuhan yang tahu

146

Saya bertanya-tanya sampai sekian hari
merenung dan menyesali
sampai suatu hari saya terbangun
dan lupa pada pertanyaan saya sendiri


Selamat datang kembali Indira,
hari ini juga terbanglah yang tinggi.

145

Scheherezade ajarkan kami untuk bisa bersabar,

untuk bisa tenang,
untuk bisa pasrah.
Sekalipun Shahryar meletakan golok di atas lehermu,
sekalipun badai pasir melemparmu,
sekalipun dunia tidak lagi seindah yang kau ingat.



Salam atas Baginda Ratu kami.












Long live the queen!

144

Saya sakit. Mungkin sakit jiwa. Karena orang yang bisa terus tersenyum selagi menangis mungkin jiwanya tercabik-cabik. Atau sudah mati. Saya sakit. Katanya sih sakit jiwa. Karena katanya orang waras tidak ada yang berharap mati. Saya sakit. Sakit jiwa.


143

Malam itu hujan, mungkin badai

dan aku ingin mati.
Dunia tidak memberikan isyarat akan berakhir
setidaknya tidak sekarang
tentunya bukan karena tidak ingin.
Tapi seperti mereka,
aku juga masih tersenyum.
Meskipun malam ini juga masih hujan,
barangkali badai,
dan aku masih ingin mati.

142

Bintang kami datang kembali,
berpijar mungkin seperti dahulu.
Tapi aku kembali mengutuk.
Bersinarlah seterang-terangnya,
tapi hanya untukku.

141

Beban kamu nggak lebih berat daripada bebanku,
hanya saja aku membawanya dengan hati
dan kamu membawanya dengan keluh.
Tapi sampai akhir kamu masih belum sadar,
kalau bukan cuma kamu saja yang berusaha keras.

Aku enggan menegurmu
meskipun kupikir kamu konyol.
Entah apakah aku terlalu baik karena
tidak ingin membuatmu merasa tidak enak,
atau terlalu bodoh karena akhirnya
jadi uring-uringan sendiri.

Tidak usah bersikap seolah peduli
kalau kamu tidak peduli.


Sumpah, saya benar-benar peduli.
Tapi saat ini saya lelah.

140

Seorang teman berkata bahwa kebahagiaan akan didapatkan setelah kau jatuh, dan baru ketika kau jatuh kau akan merasa bahagia. Tapi sampai kapan saya harus jatuh? Ini lubang tak berdasar dan selama apapun saya jatuh, saya tak juga mendarat di Wonderland.


Dunia ini tandus dan oase yang muncul sekali-kali dalam fatamorgana tidak akan bisa menggantikan laut yang sebenarnya.

139

Saya takut pada kematian
namun saya tersesat.
Saya bersyukur pada kehidupan
namun saya terlantar.

138

Tak bisakah kau kembali bersinar menghiasi langit kami?
Hitam itu dingin dan kami membeku di sini.

137

Kami bersama-sama menyilangkan jemari dan berharap yang terbaik.
Karena para pelaut tersesat di tengah samudera.
Karena para pemimpi kehilangan arah.
Karena rasi kehilangan inti.
Karena dunia kehilangan pusat revolusinya.

Dan karena langit tak lagi indah.

136

Kami pernah percaya pada bintang jatuh. Mengimaninya seperti kepastian bahwa matahari akan terbit dari timur, ia akan kembali bersinar setelah menuntaskan misinya.

Namun cahayanya tak pernah seterang dahulu. Atau mungkin itu hanya kepada kami yang membiarkannya jatuh sendiri.

135

Kami pernah punya bintang yang bersinar paling terang di langit barat. Malam semakin panjang dan ia tetap menjadi pusat dari revolusi dunia Kami percaya pada bintang seperti kami percaya pada malaikat.






Lalu ia jatuh.


Dan kami memanjatkan doa.



Seperti orang suci kami mengangkat tangan dan memohon. Menggumamkan permintaan yang barangkali menorehkan luka.

Katanya, bintang jatuh akan mengabulkan permintaan.

134

Dulu kami punya bintang yang bersinar lebih terang daripada apapun.

Kemudian siang datang, tapi ketika malam kembali,
bintang itu tak pernah muncul.

133

Ketika saya bilang ingin mati, seorang teman marah.
Katanya topik kematian bukan guyonan yang bisa disampaikan dengan mudah.
Tapi siapa bilang itu guyon, barangkali itu serius.
Tapi siapa yang bisa percaya?
Bukan kamu atau dia atau aku.

132



“Tuhan, kenapa kita bisa bahagia?”


(@gm_gm -- Dingin Tak Tercatat)


131

Aku tidak mempertanyakan alasan, karena rasanya seperti mempertanyakan takdir dan bukankah manusia itu hanya satu sosok kecil di tengah luasnya bimasakti? Siapalah aku (hanya orang yang tersesat dalam ekuasi-mu).

Aku tidak memaksamu untuk memilih, dunia sudah cukup rumit tanpa satu lagi pertanyaan, keputusan, atau komitmen. Tapi keji adalah memilih untuk orang lain. Tidak perlu mengusir (karena aku juga sudah merasa diusir).
Aku tidak pernah memintamu masuk dalam sangkar (aku pernah bilang aku ingin melihatmu terbang). Tapi maaf kalau aku masih merasa bisa meninggikanmu lebih dari siapapun. Seandainya diberikan permisi, aku masih merasa aku bisa mengajakmu mendaki Olympus (bukannya berhenti di kaki gunung).

130

Rasanya seperti bisu
mau berteriak sekeras apa pun
tidak ada suara yang terdengar

129

#001
Saya kangen masa ketika saya bisa ngobrol hal yang paling nggak penting di tengah malam. Masa ketika saya bisa menghubungi kamu tanpa perlu berpikir banyak-banyak, tanpa perlu ragu-ragu karena takut kalah kehadiran saya nggak diinginkan.

#002
Saya kangen masa ketika saya bisa datang ke sebelah kamu dengan natural. Karena saya tahu kamu nggak akan keberatan dan karena bersama kamu itu menyenangkan.

#003
Saya kangen masa di mana saya bisa ngasih tahu semua kekhawatiran saya. Ketika saya nggak perlu menderita sendirian karena saya tahu kamu sepeduli itu.

#004
Saya kangen masa ketika saya bisa bercerita tentang mimpi saya. Karena katanya Pisces itu paling imajinatif, dan nyatanya saya memang punya banyak mimpi itu untuk diceritakan. Dan saya juga ingat mimpi-mimpi kamu. Ada waktunya saya berpikir kalau mimpi-mimpi itu bisa kita capai bersama.

#005
Saya kangen diri saya yang nggak perlu meyakinkan diri sendiri bahwa hidup itu indah, karena pada waktu itu hidup itu memang indah.

#006
Saya bosan menangis.

#007
Saya kangen jadi bagian dari hidup kamu.

128

Aku menghitung kadar hidupku dalam sebuah toples, satu
butiran merah muda untuk senyum, dan satu butiran
biru untuk air mata. Akhir-akhir ini hanya warna biru yang kumasukan, sampai
kupikir seharusnya toples itu tak lagi bisa
menampung butir.

Tapi tiap kali kuangkat toples itu, ternyata
isinya masih setengah penuh. Dan warnanya
masih didominasi merah muda. Tampaknya setengah tahun merah muda,
masih kalah dibandingkan pilu tiga setengah bulan.

127

Bolehkah kami hancur,
luruh sampai tinggal gaung,
karena tampaknya untuk saat ini
hanya itu yang bisa kami lakukan.

Masih tak bolehkah kami hancur,
lebur sampai tinggal gaung,
karena tampaknya kalau bertahan hidup
kami hanya jadi selongsong kosong
yang lupa warna.

Kenapa kami tak boleh hancur,
lenyap sampai tinggal ingatan,
kalau kau bahkan tidak memberi alasan agar kami bertahan?

126

duniaku berputar meski timpang,
layaknya komedi putar yang kehilangan catu daya

125

Ajari aku untuk lupa,
karena sejauh apapun aku berlari,
pemandangan di depanku masih sama.

124

Namanya simbiosis mutualisme,
ketika bersama semuanya jadi lebih baik.
Katanya sih seperti lebah dan bunga.
Tapi bunga hanya menyediakan madu,
kalau lebah tak pernah datang,
ya tidak ada yang namanya simbiosis.

123

Katanya Hades tak punya hati, makanya ia diturunkan ke neraka.
Tapi tanpa hati, apa alasannya ia membawa Persephone ke Tartarus?
Padahal tanpanya bumi tandus bersalju.

122

Aku berharap tak pernah jatuh kalau tahu kelamnya,
aku berharap lupa setelah tahu gelapnya.
Tapi aku tahu terangnya meskipun kini padam,
meskipun sumbunya sudah habis terbakar
dan yang tersisa hanya malam yang panjang.

121

Dia datang dengan wajah tengil
mengulurkan tangan pada si labil
meskipun tak membawa kail
ia tetap bercanda akan memancing kerikil
tertawa sampai menggigil
ia pikir ini permainan anak kecil
dasar April