Satu

Mungkin hanya sepersekian waktu dari keseluruhan hari yang kutorehkan di kota baru. Semula tempat perantauan kini kusebut tempat tinggal. Lelah menjadi satu eksistensi yang tak memiliki akar, raga kosong tanpa dasar. Mengunci hati dalam-dalam, membentuk benteng pertahanan dari serangan asing. Lelah aku menjadi dia, hingga aku merasa perlahan lenyap. Tempatku berpegang mulai goyah dan aku menuruni lembah yang tak yakin bisa kupanjat kembali. Inginnya lari, hingga tak lagi perlu merasa limbung. Biar berdiri di tempat datar, dimana kenyataan menerimaku dengan lapang.

Lambat laun goyah, pastinya aku akan terseret juga. Jatuh tanpa sempat berucap. Saat hari itu tiba, mungkin harapan tempatku berpijak akan runtuh.

Namun aku salah. Dia selalu ada. Memberiku satu tempat untuk mengadu dan mempertahankan fondasi yang susah payah kubuat. Dia mengirimkanku serdadunya, membawa kasih-Nya padaku. Kubuka pintuku, menyambut hangat mereka. Dan sekali-kali aku bahagia, karena kusadari dimanapun aku berada selalu ada sebagian kecil tempat aku dapat berpulang. Mungkin kebanyakan membuatku risih, membekukan hati dalam ucapan tak bermakna. Namun lihat, mereka juga ada. Selalu.

Jadi kusampaikan sedikit salam ini, doa untukmu agar selalu bahagia,
dan semoga aku menjadi bagian dari dalamnya.

Kamu.

Kau hanya seorang kenalan, sekedar eksistansi yang hadir dalan sejengkal hidupku, ketika aku membangun tembok disekeliling diriku. Mengatupkan bibir lama dan hanya terbuka untuk bicara kebohongan. Lidahku sulit jujur, ketika aku tahu kebenaran hanya membuatmu memandang sebelah mata. Tak berani ku keluarkan diri sepenuhnya dari kotak, tak percaya aku padamu yang hanya bisa melihatku dari sudut pandangmu saja. Kau yang merasa kehadiranku tak berarti, tak sadarkah bahwa bagiku kau sama tak berartinya? Tak perlu aku orang sepertimu, yang ingin aku berubah hanya untuk bersanding denganmu. Kau hanya seorang kenalan, seorang yang kebetulan tersesat masuk dalam mimpiku.

Kukatakan kau seorang teman, ketika aku memberitahukan padamu apa yang kusuka dan tidak kusukai. Ketika aku tidak merasa perlu membangun tembok dan cukup nyaman untuk menanggalkan topengku. Ketika aku bisa tersenyum dan mengatakan isi hati tanpa kekhawatiran kau akan berbalik mencemooh. Kau sama sepertiku, kita berdua punya jalan cerita yang serupa. Kau dan aku, saling mengerti alasan masing-masing. Kita berbagi dan untuk sementara tahu ada seorang yang menerima wajah di balik topeng ini. Kau seorang teman, seorang yang kehadirannya selalu kuterima.

Kukatakan kau seorang sahabat, sebuah eksistansi konstan yang kuperlukan dalam menyeimbangkan hidupku, ketika aku bisa bertopang padamu tanpa perlu curiga kau akan menjatuhkanku. Kau yang tak berbalik pergi meski aku berkata apa, kau yang tak pernah peduli apa kekuranganku, kau yang menerima apa yang kusukai dan kubenci meski kau tak mengerti. Kau seorang terkasih, kupanjatkan doa untukmu. Satu harapan agar aku bisa memiliki arti yang sama untukmu.

Langkah Kaki

Kawan, kuberi satu nasehat untukmu.
Jangan pernah takut melangkahkan kakimu,
karena buah manisnya sepadan dengan risiko yang kau ambil.

Ketika kedua kakimu diam dan berpijak pada sebidang tanah,
seindah apapun tempatmu berada,
kau tetap berada dalam penjara.
Sebuah kurungan yang kau ciptakan sendiri.
Mungkin indah dan tak ingin kau lepas,
namun kau tak akan pernah menghargai dunia seperti mereka,
mereka yang tegap menyusuri jalan tanpa henti.

Kini di sisimu ada sebuah mawar,
begitu rupawan tak ingin kau tinggal.
Kelak akan layu, dan saat itu kau jadi sendiri.
Terpuruk.
Dan kau lihat mereka yang melangkah kini mendapat tempat untuk bersandar,
sementara kau kehilangan ilusi semu.

Kawan, mungkin kau akan menemukan duri di jalan yang kau lewati.
Mungkin pula banyak paku tersebar di rutemu.
Tapi semua bisa dilewati,
karena kita semua mencari tempat yang lebih baik,
dan lebih baik lagi.
Nirvana, yang terus kita impikan.

Kau akan bertemu kawan baru,
yang memancarkan wangi lili dan bersinar seperti Vega.
Tapi yang kau tinggal tak akan melupakanmu,
selama kau memendam kenangan akan mereka di hatimu.
Seribu langkah boleh kau tapaki,
ketika hatimu bicara mereka akan berada di sebelahmu.

Teruslah melangkah.
Hingga kelak perjalanan usai,
dan kita sampai di ujung jalan.

Akhir yang Mengawali

Selamat tinggal kehidupan lama.


Yang amat sangat berbeda antara di sini dan sekolah yang lama, adalah kepercayaan dirinya. Sementara di tempat lama masih banyak yang terlihat ragu-ragu dalam menentukan langkah ke depan, di sini semua orang berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik. Tiap individu memiliki kepercayaan diri yang membuat mereka berani bermimpi.

Idealis berkumpul, dengan cita-cita besar untuk menjadi menteri atau bahkan presiden. Tunas bangsa yang siap menjadi pengganti orang-orang yang sekarang di atas. Yang kurasa, inilah tempatku. Siap untuk bermimpi dan mewujudkannya.

Ospek akhirnya selesaai =D