190

Lacrimosa,
yang membuatmu beku dan kelu,
yang menghalangi matahari menyinari negerimu,
yang menyisakan pasir, banyak pasir,
sisa dari tulang yang mengering.

189

Sudah hampir setahun yang lalu (tepatnya 357 hari, bukannya aku menghitung atau apa) sejak malam itu (kamu masih ingat?) ketika bisa dibilang itu pertama kalinya kita mulai bicara mengenai dunia kita. Tentang langit, bintang, dunia, dan cinta. Setahun memang waktu yang lama dan cukup untuk jadi pelupa. Tapi aku ingat kamu pernah berkata untuk menyimpan semua memori yang terlewat dalam sebuah kotak agar kita tidak pernah lupa (entah kamu mengunci kotaknya atau sudah membuangnya).

Aku pernah menyerahkan surat padamu (seperti di komik-komik remaja itu), bersama dengan cokelat dan ditulis di atas kertas merah hati dan kalau orang lihat mungkin mereka akan mengira itu sebuah surat cinta (mungkin memang benar). Seperti merayakan Valentine, yang katanya kamu rayakan bersama orang lain. Kupikir lucu bahwa semuanya terjadi seperti drama. Tentu kamu tidak melihat ketika kamu berbalik pergi, pada saat itu juga aku mulai menangis.Kamu memang tidak pernah melihat ke belakang, dari dulu sampai sekarang.

Dalam surat itu, aku menuliskan semua harapanku untuk kita. Pada saat itu tampaknya itu ide yang bagus, karena mungkin aku ingin mencapai semuanya bersama kamu. Hari kita bisa menjadi superman dan supergirl yang menyelamatkan dunia bersama-sama. Tapi dunia selalu berputar seenaknya sendiri, membuatku mengutuk sekaligus tersenyum, karena ada hari kita kembali menjadi Orpheus dan Eurydice. Hari-hari itu membuatku lupa pada surat itu. Surat cinta, yang seharusnya membuatmu jadi sahabatku, dan aku menjadi sahabatmu.

Semuanya menjadi abu, mungkin kamu sudah membakarnya (atau lebih mudah lagi, membuangnya ke tempat sampah di dapur). Merah menjadi hitam, dan seperti biasa kamu enggan menoleh ke belakang. Meskipun kebanyakan salahku dan kata-kataku yang lancang, tapi aku hanya berharap kamu mau membantuku mengumpulkan puing. Since you're supposed to be my friend, my bestfriend even.

188

Waktu kelas 4 SD, saya pernah berharap suatu pagi, sebelum saya berangkat sekolah, akan ada burung hantu yang datang untuk mengantarkan surat dari sekolah jauh di benua seberang. Tapi tentu saja surat itu tidak pernah datang. Mungkin itu sebabnya saya berhenti percaya pada keajaiban.

187

Ia bukannya takut pada kematian, hanya takut dilupa.
Itu sebabnya ia mengukir inisialnya di awan
dan menuliskan namanya dengan cahaya senja.
Setidaknya selama matahari masih di langit,
ia juga masih ada.

186

Nona, mungkin kamu seharusnya membuat boneka voodoo daripada mengutuk seharian. Karena kami yang mendengarnya tak bisa sihir, dan kata hanyalah deretan huruf kalau tidak disampaikan pada orang yang benar. Harusnya kamu yang paling tahu betapa kecilnya arti dari kata, bukankah kamu yang terus mengeluh? Kamu tak pernah menganggap serius pengetahuan umum itu, padahal orang sering bilang kalau kaum mereka memang gemar mengatakan hal yang tidak benar.

185

Saya pikir sebaiknya memang kita punya kendali atas seluruh kepala kita, sehingga kita bisa memilih apa yang ingin kita ingat dan apa yang ingin kita lupa. Tidak semua orang ingin detail kehidupannya terekam, saya kira. Alangkah baiknya kalau kita bisa menyisakan momentum yang baik saja, mungkin saat ketika kita begitu dalam cinta hingga kita masih merindukan satu sama lain meskipun kita berdiri berhadapan. Sementara malam-malam yang kita habiskan dalam kesendirian, menangisi takdir dan bertanya kenapa, seandainya kita bisa lupa saja...