84

Kata Voltaire, optimisme adalah menganggap semuanya baik-baik saja ketika kita berada di neraka dunia. Delusi, kalau boleh kusimpulkan, untuk orang-orang yang tidak bisa menerima kenyataan. Voltaire tidak mempercayai Tuhan, karena jika Zat Yang Mahakuasa itu ada, kenapa ada kesengsaraan di dunia ini? Kenapa Ia tidak menjauhkan mahlukNya dari kesedihan?

Rousseau, tokoh sosialis itu, menulis surat padanya. Katanya ia lebih memilih mendengarkan ucapan uskup mengenai harapan daripada mempercayai kata-kata Voltaire. Katanya pandangan Voltaire itu sama saja dengan mengatakan, "kau dilahirkan sengsara, pasrah saja. Kalau ada Tuhan, ia tidak akan membiarkanmu mengalami kesusahan. Terima saja nasib burukmu, karena kau diciptakan tanpa tujuan. Kecuali mungkin untuk menderita."

Voltaire orang yang berkecukupan, dengan nasib baik mengikutinya. Ia tidak pernah merasakan beratnya hidup ketika harus hidup dalam bayang-bayang borjuis. Ia tidak pernah merasa jatuh sedalam-dalamnya hingga satu-satunya yang membuatnya terus hidup hanya sebuah harapan bahwa kelak, suatu saat, nasib akan berubah. Tuhan Maha Adil.

83

Kupikir semuanya berawal dari suatu hari penghujung musim hujan, ketika kita kebetulan duduk bersebelahan. Kita berbicara sampai orang-orang datang dan kita berjalan menuju kerumunan yang berbeda.


Mungkin juga semuanya diawali tugas yang kebetulan kita emban bersama. Meskipun saat itu kita sama-sama tidak menganggap relevan eksistensi yang lain. Tapi kurasa itu juga saat pertama kali aku berpikir kau cukup manis.

Sepertinya semesta ikut campur terlalu banyak, karena sejujurnya aku tidak ingat alasan kau tiba-tiba terlihat berbeda pada suatu hari. Tapi malam ketika kau menemaniku sepanjang perjalanan ke rumah mungkin alasan utama kau melesat ke peringkat teratas dalam daftarku. Empat mobil bisa terguling di jalanan tapi yang ada di pikiranku cuma kamu dan kamu saja.

Semuanya berlangsung cepat dan tiba-tiba saja setiap hariku diisi kamu. Akhirnya kau jadi orang yang terakhir kupikirkan sebelum terlelap dan sekaligus orang pertama yang kuingat di pagi hari.

Sepertinya semesta ikut campur terlalu dalam, karena aku tidak pernah punya keinginan untuk bergantung pada orang lain. Tapi di sinilah aku sekarang, memegang telepon dan berharap kau akan mengirimkan pesan pendek yang bisa membuatku tersenyum seperti orang bodoh. Tiap hari seperti orang linglung aku menantikan cukup satu kalimat saja, uring-uringan sampai akhirnya tertidur ketika kau bersikap seperti telah melupakan eksistensiku.

Aku bergantung padamu sedemikiannya hingga aku merasa seperti Ophelia yang ditinggalkan Hamlet dalam adegan Nunnery.


Semesta ikut campur terlalu banyak sampai aku menyerah dalam arusnya. Terserah kau bawa kemana, aku akan ikut di belakangmu.

82

Keadilan adalah konsep yang fana.

Sama nyatanya seperti mitos Tangkuban Perahu.