1001 Nights

Dongeng dan fantasi adalah dua tema yang paling menarik untuk buku atau film. Misalnya yang belum lama ini kubaca Howl's Moving Castle (ya ya, ini memang novel yang sudah cukup lama). Novelnya cukup menarik meskipun jika tidak dibaca baik-baik, terkadang ada bagian penting terselubung yang bisa saja terlewat. Versi animasinya lebih menarik lagi menurutku. Meskipun jalan cerita yang jauh berbeda dengan buku agak membuatku bingung pada awalnya. Dan karakter tiap tokohnya rasanya tidak digali sedalam di buku. Tapi overall, kedua versinya sama-sama bagus.

Howl adalah dongeng yang menarik. Tapi cerita yang baru kubaca kemarin ini, ceritanya sangat cantik sehingga aku tanpa sadar melupakan kisah Howl.

A night of thousands dream, 1001 nights, kisah seribu satu malam. Kurasa itu judul yang cukup familiar di telinga. Tapi kisah aslinya, baru kubaca kemarin ini (atau tadi pagi?). Dongeng dan fantasi, siapa bilang kedua genre itu hanya ditujukan untuk anak kecil? A night of thousand dreams menceritakan legenda-legenda menarik, mengerikan, menyedihkan, mengharukan... I fall in love with this story as soon as i read the first page.

Yang aku ingat mengenai cerita ini (sebelum membacanya kemarin), intinya adalah tentang seseorang yang menunda kematiaannya dengan menceritakan 1000 kisah sehingga akhirnya ia tidak jadi dipenggal. Yang aku tidak tahu adalah kisah tentang sang Sultan yang mengalami trauma dengan perempuan, hingga ia akhirnya setiap hari ia menikahi seorang gadis dan memenggal kepala istrinya keesokan hari. Hingga akhirnya seorang gadis yang ingin menghentikan tirani sang sultan sengaja menawarkan diri menjadi istri sang sultan. Ia lalu menceritakan kisah-kisah pada sang sultan tiap malam, hingga setelah malam keseribu, sang sultan menyadari kesalahannya dan bahwa ia telah jatuh cinta pada sang gadis.

Aku membacanya dalam bentuk manhwa yang berjudul sama. Sultan Baghdad yang membenci kaum hawa karena merasa dibohongi oleh ibu dan istrinya. Hingga kedatangan Sehara yang menceritakan padanya kisah-kisah yang memiliki arti mendalam. Cleopatra, Socrates, banyak nama-nama familiar yang muncul dalam cerita yang bersudut pandang sama sekali baru. It's really beautiful.

That's it for today. Entah kenapa rasanya jadi seperti blog resensi, hhaha.. Anyway, seminggu ini cuma ada sanlat. Doa'in aja acaranya nggak membosankan :p

(Dis)Like

Siapa bilang kelas tiga masih bisa senang-senang, santai-santai kayak di kelas dua? Bohong besar ituu. Baru bulan pertama aja udah harus pulang jam 8 malem hampir tiap hari, guru-guru semua ngasih peer... berat, capek, dan rasanya pengen berhenti sekolah aja. Tapi namanya juga kewajiban ya, tetap harus dijalani.

Bicara tentang kewajiban yang harus dijalani, aku baru menonton sebuah film kemarin. Judulnya Aoi Tori (Blue Bird). Memang ceritanya mungkin membosankan dan serius untuk kebanyakan orang, tapi banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari film itu. Sarat makna apalagi karena ceritanya realistis, bahwa dunia ini tidak dibagi menjadi hitam dan putih begitu saja. Setiap orang memiliki alasan untuk setiap tindakannya, bukan seperti film dimana sang antagonis seolah memang dilahirkan untuk memainkan skenario keji. Ada sebuah pertanyaan di film itu,

'Apakah tidak menyukai seseorang itu salah?'
'Apakah tidak menyukai seseorang sama saja dengan bullying?'


I don't know.
Sama dengan fakta bahwa seseorang tidak bisa meraih kepopuleran universal, kurasa sulit juga untuk menyukai semua orang tanpa terkecuali. Supir angkot yang berhenti sembarangan dan membuat kita terlambat sekolah, bapak-bapak yang merokok di depan kita, pengamen yang menganggu, adik yang meminjam barang kita seenaknya. Semua orang pernah mengalaminya. Sulit memang, tapi bukan tidak mungkin untuk mengabaikan hal yang tidak kita sukai dan memfokuskan pada poin yang kita sukai. Misal saja supir angkot, meskipun terlambat, tapi tetap saja dia sudah mengantar kita. Memahami, itu juga salah satu cara untuk membuat kita tidak membenci orang lain. Misal supir angkot lagi, dia berhenti di sana sini untuk mengejar setoran yang harus dibayar di akhir hari, sungguhpun menyebalkan, apa tidak ada sedikitpun rasa kasihan untuk mereka?

Kurasa yang paling harus kita pahami juga adalah saat kita membenci, tidak menyukai sesuatu, sebenarnya yang rugi adalah kita sendiri. Karena di saat itu kita merasa kesal/marah/apapun, dan perasaan yang seperti itu sama sekali tidak enak dirasakan. Lebih baik kita menyukai (tidak membenci) semua orang, semua hal. Merasa senang dan bahagia setiap saat, apa ada orang yang tidak menginginkannya?

Tapi kembali mengenai film itu, kisahnya sendiri adalah tentang sebuah kelas di SMA. Salah seorang murid di kelas itu melakukan percobaan bunuh diri karena merasa ditindas oleh semua teman sekelasnya. Siswa tersebut adalah anak dari pemilik toko, dan teman-temannya sering menyuruhnya mengambil makanan dari toko orang tuanya. Setiap disuruh mencuri ia akan tertawa dan mengatakan hal-hal semacam, 'wah, jangan lakukan ini padaku, dong..', 'pokoknya ini yang terakhir kali, ya', 'kalau terus begini aku lebih mati saja'... tapi karena ia mengatakannya sambil tertawa, teman sekelasnya mengiranya hanya bercanda saja. Guru-guru juga berpikir bahwa dia adalah anak yang populer karena selalu membuat teman-temannya tertawa.

Setelah percobaan bunuh dirinya, siswa itu pindah sekolah. Pihak sekolah berupaya sekeras mungkin untuk mengembalikan kondisi sekolah menjadi normal kembali. Menyuruh anak-anak membuat esai penyesalan, mengeluarkan meja milik si siswa dari kelas. Apapun, asalkan kondisi sekolah bisa damai seperti sebelum kejadian itu terjadi. Tapi kemudian seorang guru pengganti datang. Ia gagap, sehingga cara berbicaranya menjadi bahan ejekan di antara murid-murid. Tapi si guru seolah tidak peduli dengan semua ejekan terus mengajar tanpa pernah marah sekalipun. Ia mengembalikan meja si siswa kembali ke dalam kelas dan berkata bahwa melupakan adalah salah satu bentuk dari tindakan pengecut.

'Mungkin semua orang bisa kembali menjalani kehidupan seolah tidak ada yang
terjadi, melupakan semua hal tentang dia. Tapi dia, apakah dia terus memendam
kebencian atau memaafkan, entahlah. Yang pasti ia tidak akan pernah melupakan
tindakan kalian.'

Sebuah keadilan, korban harus menanggung ingatan yang tidak menyenangkan itu--setidaknya, biarlah pelakunya hidup dengan mengingat akibat dari tindakannya. Kata orang, penyesalan selalu datang terlambat. Tapi melupakan kesalahan kita adalah tindakan seorang pecundang. Hidup dengan mengingat kesalahan, dengan mengingat penyesalan dan menjadikannya pelajaran untuk ke depannya, itulah yang seharusnya kita lakukan. Kurasa itu amanat yang terkandung dalam film itu.