Memories

Memory is a way of holding onto the things you love,
the things you are,
the things you
never want to lose.
-From the television show The Wonder Years-

Transparan

Tiap langkah tak berbunyi.
Suaranya seakan riak tak berarti.
Tidak pernah ada.
Meski berteriak sekeras apapun.
Meski tersenyum selebar apapun.
Meski menangis hingga tak ada lagi air mata.
Terpaku.
Terduduk.
Terluka.

Berteriak. Menjerit. Meraung.


Ia tak kasat mata.
Berharap untuk dilihat.
Berkeinginan untuk ditemukan.
Tak ingin memohon.
Namun pelita kian menjauh.
Membawa setiap kasih pergi
tanpa rasa bersalah.
Tertinggal dalam ruang tanpa cahaya.

....Sunyi.


Berharap untuk dilihat.
Berkeinginan untuk ditemukan.
Memohon sepenuh hati,
kembalikan pelitanya.

Temukan dia.

Yang tidak mungkin

Kristal bening.
Kebaikan yang tersembunyi
di sela topeng kelam.
Senyuman.
Tawa.
Mustahil untuk tidak tergerak.

Dia yang mengenakan mahkota emas
berbalut sifat hitam,
namun hati seputih bulan purnama.
Tiap katanya untaian kasih.
Menginjak egoisme.
Mustahil untuk tidak mengasihi.

Kristal gelap yang hanya memantulkan kejujuran.
Jiwa manja yang terlelap dalam selimut tanggung jawab.
Kerapuhan yang bersembunyi di balik tembok harga diri.
Ksatria pelindung.
Tegar.
Kuat menopang.

Mustahil untuk tidak jatuh cinta.

Imajinasi

Dari awal.
Senyum. Canda. Tatapan.
Perhatian. Cinta.
Untuknya.

Bukan aku.
Rusak.
Pilu tak terbalas.
Mengingkari kenyataan.

Meski menunggu. Berharap.
Menanti. Mengasihi. Memperhatikan.
Tanpa arah.
Onggokan kehampaan.
Imajinasi yang abadi.
Doa yang tak terpanjatkan.

Dengar. Lihat. Perhatikan.
Sesulit itukah?

Tak mengerti di mana salahku.
Tak pahami apa yang terjadi.
Sekali lagi takdir bermain dengan kehidupan.
Lelucon tanpa humor.
Tak bisa menerima.
Namun apa daya.

Setidaknya izinkan aku bermimpi.

She hopes for the best

Apa semuanya hanya mimpi?

Kehidupan di dunia hanyalah fana. Kehidupan setelah kematianlah yang kekal, abadi. Fana. Kata yang tepat untuk menggambarkan minggu-minggu terakhir yang dijalaninya. Regenerasi KIR sudah berakhir sampai sini. Meskipun ia sungguh merasa bahwa apa yang sudah diusahakannya bersama angkatannya pada akhirnya tidak terlalu berguna. Tidak berbekas, seakan hanya untaian mimpi yang hilang di saat kelelapan pergi. Entah siapa yang salah. Siapa yang sebenarnya gagal.

Kalau mau menyebut nama, ia rasa ada sangat banyak peserta regenerasi yang memiliki potensi besar kedepannya. Karena itu pada awalnya ia lebih memilih untuk memberikan pembelaan pada para peserta. Entah kenapa, seiring dengan jalannya waktu, ia merasa semangat para peserta menurun drastis. Ia tidak merasakan kesungguhan yang ia ingin lihat dari mereka. Sedih. Kecewa. Meskipun tahu bahwa angkatan Galaksi masih memiliki banyak waktu untuk belajar, tetap saja. Sedih melihat apa yang sudah mereka berikan, seakan tak memiliki arti. Entah apa sebenarnya yang dipikirkan oleh para komponen penyusun galaksi. Semoga saja, di dalam hati mereka benar-benar serius dan memahami apa yang Lampu Pijar telah lakukan.

Tuhan Mahabesar.
Berikan yang terbaik kepada adik-adikku.



24.10.09

Klarisa, salah satu acara untuk mengetes kompetensi KIR angkatan Galaksi. Gadis itu cukup bersenang-senang di acara ini. Kacau. Ribut. Lucu. Ia merasa acara kali ini cukup sukses. Para perisai ksatria kompak dengan benteng batu. Apresiasi seni yang kreatif. Senang melihat para bintang bekerja keras, melihat bahwa ke depan mereka mungkin akan menyelanggarakan acara yang lebih besar daripada ini. Mungkin mereka bisa meraih kesuksesan yang lebih tinggi daripada kakak-kakak kelasnya. Mungkin para bintang bisa bersinar lebih terang daripada lampu pijar. Semoga para bintang akan menyusun galaksi terbesar.

Belum hilang, harapan ini.

Why so serious?

Gadis ini sekali lagi tercenung di depan layar. Merangkai kata tanpa arti. Ini yang dinamakan writer's block? Kalau dia mau beralasan, dia akan bilang bahwa kata-katanya sudah habis untuk cerita pangeran Skandinavia-nya. Tapi mungkin, ia sekedar kehabisan topik. Tapi itu saja sudah merupakan suatu keanehan. Seharusnya, seharusnya tidak boleh ada kata kehabisan topik. Karena itu berarti dia tidak mendapatkan pelajaran yang berharga hari ini.

Membuka tab browser, ia membaca plurk kawan-kawannya. Mengerling list Y!M, mengecek apa orang yang ia tunggu sudah hadir. Dan ia hanya bisa meringis. Memang dia bukan orang yang amat sangat baik. Entah sudah berapa berat dosa yang ia perbuat semasa hidupnya. Tapi setidaknya ia menemukan--apa yang dikatakan orang sebagai kunci kebahagiaan. Bukannya ia mencoba untuk menjadi sok bijaksana atau apa. Tapi ia agak merasa tidak enak jika melihat mereka orang-orang yang tampak tidak bisa menerima kenyataan. Mengeluarkan sumpah serapah. Seakan dengan hal itu semuanya akan jadi lebih baik.

Hei, dia juga pernah melakukan itu.

Tuhan Maha Pemurah,
Dia memberikan karunia pada mereka yang mau berpikir dan merasakan.

Dadu

Dua pasang manik berhadapan.
Tajam.
Kosong.
Bukan aku yang ada di sana.
Kau lihat apa?
Sulit.
Kilatan itu tidak pernah ditujukan ke arah sini.
Harus berkata apa, harus berbuat apa.
Tidak mengerti.
Setidaknya sebuah tanda.
Berikan isyarat.
Senyum kecil.
Aku menunggu.
Apa kurang jelas?
Ini giliranmu.

Isyarat

Apalah yang kita ketahui tentang cinta?
Cemburu. Sesal. Bahagia.
Degup yang terdengar.
Kau dengar tidak?
Sesak.
Tenggelam dalam kolam hitam.
Mata terpejam, bibir terkatup.

Hei, aku cinta kamu.
Kau dengar tidak?


Hadir.
Tatapan bersembunyi.
Jemari panjang bersidekap.
Semu.
Isyarat ini mengganti kata.
Manik ini mengikuti gerak.
Lengkung ini muncul karenamu.

Apa kamu dengar?
Ini
isyarat cintaku.

Hanya perlu memahami

Bermacam bayangan bermain-main di pikiran sang gadis saat ia menatap layar sebesar 14", merangkai kata demi kata dari sebuah kesadaran yang didapatnya dalam perjalanan pulang. Dia seorang remaja, tapi terkadang ia merasa lebih dewasa dari orang-orang seumuran dengannya. Bukan dari sikap atau gaya, perkataan atau perbuatan. Tapi dari suatu hal abstrak yang mendasari segala perbuatannya. Pandangan, jalan hidup. Menurutnya, orang yang dewasa adalah mereka yang bisa memahami hidup. Paham bahwa segala hal di dunia ini berlangsung karena kehendak Dia yang Mahakuasa. Dan karena memahami hal itu, apapun yang terjadi, mereka bisa ikhlas dan tetap bahagia.

Apalah gunanya rasa marah?

Gadis itu tahu tentu, sulitnya mengendalikan rasa itu. Ia juga pernah merasakan amarah. Tapi sekalipun demikian, ia belajar bahwa tidak ada perasaan yang lebih membahagiakan kecuali perasaan bahagia itu sendiri. Untuk apa sedih, kecewa, marah, takut, jika ia bisa merasa bahagia?

Tidak semudah yang terucap, tentu saja. Tapi semua orang bisa belajar. Dan kuncinya hanya satu, memahami. Paham. Paham bahwa semua orang diciptakan berbeda-beda dan perbedaan itu adalah suatu hal yang lumrah. Sehingga kita tidak perlu marah sewaktu ada orang yang memiliki pendapat berbeda dengan kita, sewaktu ada orang yang tidak sejalan dengan kita. Paham bahwa tidak semua kejadian akan sejalan dengan keinginan kita. Sehingga kita tidak akan kecewa ketika menerima kegagalan, ketika apa yang kita rencanakan ternyata gagal.

Dan gadis itu tersenyum kecil. Bertanya-tanya apakah ia terdengar seperti seorang yang sok mengerti tentang hidup dengan jalinan kalimatnya. Tapi ia pikir, ia tidak peduli. Ia hanya ingin menulis apa yang ia rasakan. Dan--peduli apa dia?

Simple thought

Melelahkan.

Bagi gadis itu hanya ada satu kata yang mewakili perasaannya sebagai kelas tiga, lelah. Tidak usah bicara mengenai tugas-tugas yang diberikan tanpa pandang bulu oleh para guru--apa hanya dia berpikir sama bahwa seharusnya guru-guru memberikan tugas secara bergantian dan terorganisir sehingga tidak akan ada peristiwa di mana guru mencaci muridnya karena ketidakmampuannya mengerjakan lima tugas sekaligus--atau rentetan ulangan yang diadakan ketika muridnya bahkan belum mencerna separuh dari ilmu yang seharusnya diberikan pada mereka. Baginya, cukup menjadi seorang siswi kelas 3 SMA saja sudah cukup melelahkan.

Hei, mereka membawa beban bernama PTN di bahu mereka. Bagi mereka yang sudah pasti akan pilihan mereka mungkin mudah. Dan gadis itu bersyukur dia sudah memilih arahnya. Tapi ia tahu tidak sedikit kawannya yang jangankan arah yang dituju, tempatnya berada sekarang saja mereka tak tahu.

Tuhan Maha Pengasih.
Semoga kami mendapatkan apa yang terbaik bagi kami.


Kegiatannya akhir-akhir ini berkisar pada dua hal, regenerasi ekstra kurikuler dan belajar. Belajar bukan sebuah beban untuknya, kalau boleh dibilang, ia menikmati pelajaran. Well, mungkin ia tetap senang saat satu-dua guru dikabarkan tidak masuk, tapi dia tidak membenci sekolah. Regenerasi, adalah hal yang lain lagi. Bukannya ia membencinya, ia bisa dibilang justru menyukainya. Ia bisa mempelajari banyak hal dari kegiatan ini. Meskipun seharusnya kelas tiga memberikan pelajaran pada penerusnya, ia justru merasa ia lebih banyak mendapat pelajaran dari sini.

Ada satu kejadian baru-baru ini yang membuatnya tersadar akan suatu hal yang, well, sebenarnya ia sudah ketahui dari dulu tapi tidak pernah ia syukuri. Di salah satu pertemuan dalam kegiatan regenerasi itu, ada seseorang yang bertanya pada kelas tiga angkatan gadis itu. Sebuah pertanyaan simpel:

Bagaimana jika kelebihan dan minat kita tidak sejalan?

Dan dia bertanya pada dirinya sendiri apa yang akan ia lakukan jika berada dalam posisi yang sedemikian. Tapi kemudian ia sadari bahwa ia belum pernah merasa seperti itu. Ia berminat pada apa yang hal ia bisa, dan ia meninggalkan apa yang ia tidak suka atau tidak ia kuasai. Dan--apakah itu berarti dirinya pengecut? Ia merasa seperti itu. Egois sebenarnya. Ia tidak suka kekalahan, ia tidak suka menjadi bukan salah satu yang terbaik, jadi ia hanya menyukai apa yang ia bisa. Dan ia tidak tertarik dengan hal yang ia tidak bisa. Sehingga ada alasan untuknya saat ia menjadi yang terburuk dengan berkata, "so? it doesnt matter. i dont want to do it anyway."

Dia menjawab pertanyaan sebelumnya dengan mengutip perkataan salah seorang teman baiknya: Jika kamu tidak bisa melakukan apa yang kamu cintai, cintailah apa yang kamu lakukan.

Mungkin ia sebenarnya hanya mencari pembenaran atas sifatnya sendiri. Dia yang hanya bersungguh-sungguh pada hal yang ia tahu ia bisa lakukan. Tapi Mahabesar Tuhan, setidaknya dia menjadi lebih bersyukur sekarang. Karena ia tahu betapa beruntungnya dia memiliki kelebihan dan betapa beruntungnya karena dia mencintai kelebihannya sendiri. Sebutlah dia pengecut yang tidak suka mengambil resiko kalah, tapi setidaknya dia menghargai dirinya sendiri. Dan siapa orang yang lebih beruntung kecuali mereka yang bersyukur atas apa yang sudah diberikan oleh sang Pencipta?

Tapi ketahuilah bahwa menurutnya kalimat dari sang teman memang benar. Kenapa harus memaksakan diri berdiri di jalan yang belum pasti? Mengapa tidak kita coba untuk memaksimalkan potensi yang memang sudah diberikan kepada kita dengan sebaik-baiknya.