Sepanjang hayatmu kau belajar mengenai pilihan. Bahwa apapun yang kau lakukan, kau rasakan, kau inginkan, adalah sebuah pilihan. Kau punya kebebasan yang terlalu luas hingga kau sendiri yang membuat jeruji.
Kadang kau melupakan siapa pembuat batas, kadang kau melupakan bahwa hakikat dari kebebasan adalah agar kau bisa membentuk kebahagiaanmu sendiri. Kau punya langit luas untuk dijelajahi, buat apa berlindung di balik atap?
Ini kisah tentang seorang menteri yang arif dan bijaksana. Di tangannya negeri ini takkan pernah hancur, di tangannya juga negeri ini takkan pernah berubah. Ini masa demokrasi di mana nepotisme menggerogoti badan pemerintahan.
Ini cerita tentang seorang panglima perang yang tombaknya menghunus langit. Di tangannya Libra bertahta meskipun tanpa belas kasih. Ini masa monarki ketika mereka yang kaya akan semakin kaya dan mereka yang miskin akan semakin miskin.
Kupikir yang namanya cinta seharusnya hanya membawa kebahagiaan. Ketika dihadapkan dengan sisi buruknya, aku mulai mencari nama lain untuk rasa. Obsesi mungkin, karena inginku menguncimu di sisiku. Iri mungkin, karena kamu jauh lebih baik daripada yang pertama kupikirkan.
Suatu saat, kupikir aku akan benar-benar melakukannya, mengalungkan gembok di lehermu agar aku selalu tahu kamu milikku.
Tuan jenderal,
Aku masih tak percaya pada takdir, masih menganggapnya sebagai satu hal klise yang disebut-sebut hanya untuk meromantisir suasana.
Kupikir semuanya berawal dari suatu hari penghujung musim hujan, ketika kita kebetulan duduk bersebelahan. Kita berbicara sampai orang-orang datang dan kita berjalan menuju kerumunan yang berbeda.
Kalau bicara tentang kisah yang tragis, Romeo dan Juliet selalu menjadi tokoh yang tidak mungkin tidak disebut. Ikon kisah tragis yang membuat ribuan orang menitikan air mata. Padahal satu-satunya alasan mereka dikenang adalah karena cerita mereka tidak mengikuti alur cerita kebanyakan, dongeng yang tidak diakhiri dengan 'bahagia selamanya'. Seperti akhir paragraf entah berapa ribu pasangan dalam cerita berjudul 'kenyataan'.
Semua orang mencoba selalu mencari pembenaran atas tiap tindakannya. Entah itu dari kitab, undang-undang, aturan, atau perkataan orang lain. Apa sebenarnya kebenaran yang hakiki itu? Arti benar dan salah sudah bergeser sedemikian jauhnya hingga akhirnya logika tak lagi sejalan dengan sanubari. Akhirnya benar dan salah hanya mengikuti apa kata kehendak. Akhirnya semua orang hanya mencari alasan untuk membenarkan caranya menggapai tujuan.
Mereka bilang aku sepucat kain sprei, merah muda polos tapi menolak diberi corak.
Kita tidak pernah sempurna. Dua keping yang tak sama bentuk dan tampak ganjil ketika diletakan bersebelahan. Setidaknya, kupikir, ada satu sudut di mana kita bisa terlihat seperti karya seni dan bukan dua karya yang tak punya relasi. Seperti warna merah dan hijau, hanya akan terlihat indah ketika komposisinya tepat.
Kau, tuan, barangkali salah persepsi tentangku. Kau bisa mengaduk-aduk isi kepalaku dan yang kau temukan hanyalah keramahan, bukan obsesi. Kau, tuan, barangkali menilai dirimu sendiri terlalu tinggi, delusi yang membutakanmu, hingga kau sering kali salah menafsir.
Mungkin menurutmu kau setinggi bintang, tapi tak berarti semua orang rela bersusah payah menggapaimu. Obsesif, mungkin salah satu sifatku, tapi bukankah agak terlalu sombong untukmu merasa seolah aku mengejarmu seperti musafir mencari oasis?
Dulu aku pernah bilang, berikan aku waktu. Tidak perlu lama, hanya sampai aku bisa mengingatmu kembali dengan senyum. Pada saat itu rasanya seperti mustahil, tapi benar kata orang bahwa waktu bisa menyembuhkan segalanya. Aku harus berterima kasih padanya, karena sekarang aku sudah bisa melakukannya. Mengingatmu dengan senyum.
Kau masih jadi yang paling indah. Masih satu-satunya yang bisa membuatku menuliskan kata-kata manis penuh pujian, masih jadi yang paling terang di antara semua bintang. Tapi kali ini aku sekedar menjadi pengagum sinarmu.
Apa kau pernah mendengar legenda phoenix? di akhir hidupnya ia terbakar hingga hanya menyisakan abu. tapi dari abu itu ia akan lahir kembali, lebih gagah dan lebih cantik daripada sebelumnya. kehancurannya tak membuatnya mundur, tapi dijadikannya sebuah alasan untuk meninggikan diri.
Fotomu masih tersimpan dalam memori komputerku, sama seperti bayanganmu masih tersimpan dalam memoriku. Proses rekursif harusnya dimulai dengan menentukan basis; tapi aku tak pernah mengidahkan teori. Mungkin seharusnya aku mengikuti kata diktat. Mungkin bila aku memiliki basis, proses rekursif ini akan berhenti dengan sendirinya. Namun sekarang dalam memoriku hanya kamu, kamu, kamu, kamu saja, dan berulang dari awal lagi saja.
Ingat tiap usahaku untuk mengajakmu menjelajah bumi? Tiap kali juga kau mengatakan bahwa tidak ada tempat yang lebih baik daripada tanah tempatmu berpijak, tiap kali itu juga aku mengatakan (mengandaikan) lain kali. Tapi aku tidak akan ada untuk selamanya, kubilang. Kau masih diam di tempat.
Dengar-dengar kau teguh bak pagar,
baja tebal yang tak mudah dipugar,
apalagi diganjar.
Kata orang, Tuan, kau semurni air suling,
ada keruh tak tersanding,
selalu mudah mengaliri laring.
Kata mereka, kau ini pelipur lara.
Dalam hitungan satu-dua bisa membuat tawa.
Apa kau nirvana atau sekedar huru hara?
Kata temanku, Tuan, kau ini jelmaan Ares si dewa perang.
Adakah tempat di mana kau tak jadi pemenang?
Aku tak tahu, tapi kau terlihat garang.
Tapi yang penting ini kataku, Tuan.
Kau mengganggu seperti ilalang,
sulit dibasmi dalam bimbang.
Bukan panglima tapi serdadu di garis depan,
berani mati namun dermawan
He’ll never fall in love he swears
As he runs his fingers through his hair
I’m laughing cause I hope he's wrong
He sees everything black and white
Never let nobody see him cry
I don’t let nobody see me wishing he was mine
And if you asked me if I love him,
I’d lie
(I'd Lie - Taylor Swift)
Ini sedikit cerita yang sebenarnya ingin kukubur dalam-dalam. Tapi kau tahu, mereka bilang penderitaan itu akan berkurang setengahnya jika diceritakan, sedangkan bahagia justru akan berlipat ganda. Walaupun sebenarnya aku nggak tahu apa ini termasuk penderitaan atau bahagia.
Kau ingat Indira, pernah kau bilang bahwa kau takkan pernah jatuh. Semua orang tahu bahwa sayapmu yang terbaik, tak pernah gagal membuatmu naik. Kau ingat Indira, pemandangan yang kau lihat tak pernah kau bagi pada orang lain, tidak pernah ada orang yang bisa menjangkau ketinggianmu.
Lalu kau melepas sayapmu tanpa sadar, tergoda iming-iming karpet terbang yang bisa membawamu terbang tanpa usaha. Seperti layaknya pelaut yang tersihir nyanyian siren saja. Saat sihirnya habis dan karpet ajaib berubah menjadi sepotong kain, apa yang bisa kau lakukan untuk melawan gravitasi?
Tapi tak perlu ragu lagi, Indira, kukembalikan sayapmu agar kau bisa kembali ke tempatmu berasal. Dan kali ini mungkin kau akan sadar bahwa semua orang akan memberikanmu harapan tanpa pernah bisa mempertanggungjawabkannya.
Ironis betul kisahmu, Indira, meski pun dalam hati kau tahu betul kau layak mendapatkannya. Kau bisa memaksa untuk tersenyum sekarang, mendendam dalam hati, tapi sampai kapan kamu bisa bertahan? Kamu itu sulit memaafkan, aku yang paling tahu hal itu. Istilah 'forgotten but not forgiven' diciptakan untukmu. Jangan menangis ketika semuanya sudah direnggut darimu.
Hei Indira, ingat tidak ketika kau melambung begitu tinggi di awan? Tak pernah kau berikan perhatianmu pada mereka yang berjalan di atas bumi. Kau penguasa yang tinggal di awan, mahluk bumi hanya satu dari sekian banyak entitas dalam hidupmu. Tapi apa yang kau lakukan kini, merangkak dan setengah mati meminta perhatian mereka yang dulu kau pandang sebelah mata.
Mahkotamu boleh hilang tapi sejak kapan harga dirimu ikut lebur?
Kau sadari Indira, bahwa di akhir tiap rezimmu, kau hidup sendiri dan hanya sendiri saja. Sekalipun pada satu waktu kau seorang ratu, yang hanya perlu satu kata untuk mengubah waktu.
Kini singgasanamu diambil dan semua orang pergi meninggalkanmu, itu saatnya kau sadar bahwa kau sudah terlalu lama ditopang selama ini. Kemana pejuang yang dulu, yang berusaha berdiri sendiri demi mendapat keadilan?
Sampai di ujung larik ketika perpisahan sama artinya dengan perjumpaan. Sampai di ujung paragraf ketika namamu tak lagi membuatku terpaku. Sampai di penghujung halaman, ketika aku bisa mengingatmu dengan senyum.
Sampai nanti, entah kapan, sampai waktu melebur pahit, mungkin masih lama. Sampai nanti, di masa depan, ketika aku bisa mengingatmu dengan senyum.
001. Beginnings . 002. Middles. 003. Ends. 004. Insides. 005. Outsides. 006. Hours. 007. Days. 008. Weeks. 009. Months. 010. Years. 011. Red. 012. Orange. 013. Yellow. 014. Green. 015. Blue. 016. Purple. 017. Brown. 018. Black. 019. White. 020. Colourless. | 021. Friends. 022. Enemies. 023. Lovers. 024. Family. 025. Strangers. 026. Teammates . 027. Parents. 028. Children. 029. Birth. 030. Death. 031. Sunrise. 032. Sunset. 033. Too Much. 034. Not Enough. 035. Sixth Sense. 036. Smell. 037. Sound. 038. Touch. 039. Taste. 040. Sight. | 041. Shapes. 042. Triangle. 043. Square. 044. Circle. 045. Moon. 046. Star. 047. Heart. 048. Diamond. 049. Club. 050. Spade. 051. Water. 052. Fire. 053. Earth. 054. Air. 055. Spirit. 056. Breakfast . 057. Lunch. 058. Dinner. 059. Food. 060. Drink. | 061. Winter. 062. Spring. 063. Summer. 064. Fall. 065. Passing. 066. Rain. 067. Snow. 068. Lightening . 069. Thunder. 070. Storm. 071. Broken. 072. Fixed. 073. Light. 074. Dark. 075. Shade. 076. Who? 077. What? 078. Where? 079. When? 080. Why? | 081. How? 082. If. 083. And. 084. He. 085. She. 086. Choices. 087. Life. 088. School. 089. Work. 090. Home. 091. Birthday. 092. Christmas. 093. Thanksgiving. 094. Independence. 095. New Year. 096. Writer‘s Choice. 097. Writer‘s Choice. 098. Writer‘s Choice. 099. Writer‘s Choice. 100. Writer‘s Choice. |