Kamu

Siapa yang punya kuasa atas tren?

Yang menentukan si A keren, si B ketinggalan zaman, dan si C aneh.

Siapa yang berhak menentukan si D eksentrik,
si E fashionista,
sedang si F kerikil?

Katanya si G itu amit-amit,
tontonannya Asia-Asiaan.
Katanya si H itu top,
tontonannya box office Amerika.

Siapa yang punya kuasa,
memberi label seenaknya tanpa melihat isi?

Prologue

Selamat malam.


Terucap dari kota bunga, Bandung tercinta.


Hampir genap seminggu memulai hidup baru di tempat kostan, menghapal jalan ke tempat-tempat yang sekiranya penting, dan blahblah. Sepertinya bisa kerasan di sini. Belum ada hal yang bikin menyesal atau apa, sejauh ini bagus. Meskipun kangen rumah :'|

Laporan selesai.

Erase, erase.

Mari gunakan blog menurut fungsi awal lagi kali ini, sebagai buku harian online, tempat curhat, mengeluarkan uneg-uneg, atau apalah istilahnya.


Kemarin malam, waktu listrik tiba-tiba mati sekitar jam setengah dua belas malam, memutus chat dengan seorang teman di Palembang, akhirnya gw yang takut gelap, meringkuk di sofa depan TV ditemani dua batang lilin. Biasanya kerjaan gw disaat gini itu buka HP, tapi karena benda yang dimaksud baterenya habis, naas nasib, cuma bisa meringkel dalam selimut. Tapi nyatanya--justru hal yang baik itu.

Gw akhirnya jadi berpikir, apa yang gw lakuin selama minggu-minggu liburan ini. Nggak ada. Menyia-nyiakan hari tanpa berbuat satu hal pun yang berguna. Jadi gw menggambar, terus? Jadi gw menulis, lalu? Itu kepuasan semata dan gw kecewa pada diri gw sendiri. Betapa gw udah ngebuang-buang waktu yang sedemikian banyaknya cuma untuk mantengin fox crime dan nunggu episode NCIS atau Dexter berikutnya. Kalau bukan, duduk di depan laptop, chat, nulis, menggambar, browsing hal-hal remeh. Hidup apa ini? Sama sekali nggak membawa kebaikan buat siapapun. Terutama buat gw sendiri.

Then I think about my life. About how lucky I am.

Sementara gw bisa cokelat seharga seratus ribu cuma dengan menengadahkan tangan ke ortu, tukang rumput yang datang tiap Sabtu cuma dapet setengahnya untuk bekerja beberapa jam. Sementara banyak orang yang kesusahan, gw nggak ngerawat barang-barang yang gw punya. Baju yang gw tumpuk di lemari, tas yang ada di sudut ruangan, buku-buku yang digeletakin gitu aja di atas meja. Dan ya Tuhan, kali ini gw bener-bener ngerasa orang paling bodoh di dunia. Apa sih, guna hidup gw selama ini?

Gw meninggikan suara untuk ngomong ke orang tua, gw masih marah karena hal-hal kecil, kadang juga kesal tanpa alasan. Apa yang gw lakukan ini? I'm scared. Gw membayangkan kalau nanti gw mati, entah hari ini, atau besok, atau detik berikutnya, gw bisa apa kalau diminta pertanggungjawaban atas apa yang gw lakuin di dunia selama ini? Gw nggak berharga, sekalipun gw mati, nggak akan ada orang yang mati karena kehilangan kebaikan gw. Sekedar eksistansi saja. Itu menyedihkan. Gw mengecewakan, karena gw nggak menggunakan semua potensi yang gw miliki untuk membuat suatu perubahan.

I'm not talking about changing the world. Sesuatu yang kecil; membantu adek belajar, masak untuk orang rumah, beres-beres rumah, atau untuk diri sendiri aja. Belajar keras untuk dapet beasiswa, gw yakin gw sebenernya mampu. Semua orang mampu. Dan selama ini gw nggak pernah memanfaatkan otak yang udah diberikan ke gw. Belajar seperlunya, begitu tujuan sampai lupa begitu aja.

Kehidupan gw terlalu sempurna. Bukan sempurna semua berbunga-bunga dan gw hidup dengan bergelimang harta dan dikeliling apalah seperti di film atau komik. Tapi sempurna dalam arti gw berkecukupan. Hal yang jadi masalah gw juga hal remeh seperti minta sepatu baru atau handphone. Gw punya temen-temen yang baik, orang tua yang mendukung kegiatan gw, saudara-saudara yang oke, apalagi sih yang kurang dalam kehidupan gw? Dan kenapa gw bisa ga bersyukur dalam kehidupan yang sesempurna ini?

Lalu saat membuka satu buku, ada satu kalimat yang menusuk dalam.

"Kalah kau tidak mendapat cobaan di dunia, berhati-hatilah.
Mungkin itu cara Tuhan untuk menghabiskan tabungan pahalamu yang sedikit."


Aku belum pernah gagal. Sejak SD sampai sekarang, masuk di semua instansi pendidikan yang diinginkan, memenangkan lomba sesuai niat sampai dimana; I've never failed. Dan sekarang, itu bukan berkah. Itu terdengar seperti cap buruk. Mungkin itu cara Tuhan menghabiskan tabungan pahalaku yang sedikit. I'm scared. Aku ingin berubah, menjadi lebih baik. Menjadi seorang yang benar-benar berarti. bersyukur atas semua yang terjadi padaku, baik buruknya. Dimulai dari mengontrol emosi, tidak boleh lagi marah atau kecewa atas sesuatu yang terjadi. Bersyukur, tidak ada lagi menelantarkan barang. Rajin, sungguh kemalasan itu benar-benar racun. Dia mencegah kita melakukan semua hal terutama yang baik.


"........"


Nyatanya aku melanggar janjiku juga. Malam ini emosiku dibuat naik turun hanya karena perkataan beberapa orang. You can't please everyone. Seharusnya aku berpegang pada kalimat itu, dan bahwa Tuhan melihatku kehilangan kontrol emosi sesaat tadi. Sekarang saja aku menyesal, sudah meninta hitam hati lagi karena hal kecil. But I'm reaaally fine now 8D I tried my best to keep my emotion in control. Bahkan Muhammad yang sempurna akhlaknya punya musuh, apalagi aku yang kacau ini. Dan yang Beliau lakukan mungkin hanya tersenyum jika ada hal begini. Sekarang yang ingin kulakukan adalah minta maaf sebenarnya, kalau memang aku yang lebih dahulu menyinggung. Tapi sudahlaah, mari lupakan saja kejadian hari ini dan menatap hari esok yang cerah.

Anywaay... I deleted my plurk. Awalnya seperti ide yang bagus, seperti kalimat 'apa yang tak kau ketahui tak akan melukaimu' begitu. Terlalu banyak masalah yang dimulai dari sana, dan kadang aku risih melihat beberapa kalimat yang terlalu sepihak. Lagipula jarang dibuka, hanya seru pada awalnya. Sama seperti facebook dan formspring. Meskipun ya, sekarang setelah terjadi kupikir, apa aku bertindak terlalu cepat? Takutnya ada yang merasa tersinggung atau apa. Masalahnya, tidak bisa diulang lagi. Sudah terlanjur, dan lagi-lagi dorongan emosi sesaat itu memang benar-benar setan (laugh). Apa aku harus menjelaskan bahwa memang plurk-ku jarang di update dan segalanya? Tidak menyesal sudah melakukannya tapi, aku merasa seperti menghindari dosa, lol.

Tapi aku merasa senang, seperti berhasil selangkah maju mencapai tahap aktualisasi diri. Aku luar biasa tenang saat ini dan menurutku itu merupakan keberhasilan yang patut dirayakan (grin). Hapus, hapus. Saatnya menghapus diri yang lama dan menyambut diri yang baru yang akan membuat perubahan. Dan kini seharusnya aku berterima kasih pada mereka, yang sudah membuatku sadar bahwa sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menjadi orang yang bahagia itu. Cara yang tidak enak memang, tapi jelas efektif. Dan aku benar-benar harus berterima kasih pada mereka. Oh well, karena sulit juga mencari cara untuk mengatakannya, kuharap Tuhan memberikan yang terbaik untuk mereka. Amiin. 8D


Tuhan, sudah lama aku tak merasa segembira ini (lol).