Sekarang memang bukan waktu yang tepat untuk membentuk kombinasi satu-dua, secara dia sibuk memahat sedang kau sibuk menulis. Kuncinya memang kesabaran, kali saja dalam satu-dua minggu kalian dipertemukan dalam ilustrasi cerita. Memang tidak ada yang pasti, karena mungkin nanti kalian berseberangan jalan alih-alih berdampingan; tapi bagaimanapun, yang namanya harapan itu ada.
Rasanya menulis tentangmu tidak pernah cukup berapa ribu kata pun. Terus berubah-ubah seperti air, membuatku bingung menentukan wujudmu yang sebenarnya. Kadang mengalir hangat, lain kali kaku dan dingin.
'Selamanya', adalah kata yang terlalu tinggi. Seperti keabadian, semakin dikejar justru semakin terperosok dalam ketiadaan.
Yang namanya cinta itu, datang tanpa diundang. Sejenak saja berpaling, dia sudah tiba tanpa suara. Bahkan di saat kau kira dia sudah pergi (tanpa meninggalkan sisa), seperti hujan saja di kembali menerpa. Menggenang, membasahi lagi ranah yang sudah kau keringkan.
Waktu itu musuh manusia, semakin berkuasa semakin dekat ke garis akhir. Mau meronta atau memohon juga, arusnya tak pernah mendengar kata (tak pernah berbelas kasih). Waktu itu musuh ingatan, semakin jauh berjalan semakin susah kembali. Dan pada satu waktu, mungkin semuanya akan membaur menjadi sebuah rasa samar yang tersisa di sudut hati.
tidak kondisional,
Dia adalah seorang realis yang dibungkus oleh tawa ringan dan sejumput gurauan,