83

Kupikir semuanya berawal dari suatu hari penghujung musim hujan, ketika kita kebetulan duduk bersebelahan. Kita berbicara sampai orang-orang datang dan kita berjalan menuju kerumunan yang berbeda.


Mungkin juga semuanya diawali tugas yang kebetulan kita emban bersama. Meskipun saat itu kita sama-sama tidak menganggap relevan eksistensi yang lain. Tapi kurasa itu juga saat pertama kali aku berpikir kau cukup manis.

Sepertinya semesta ikut campur terlalu banyak, karena sejujurnya aku tidak ingat alasan kau tiba-tiba terlihat berbeda pada suatu hari. Tapi malam ketika kau menemaniku sepanjang perjalanan ke rumah mungkin alasan utama kau melesat ke peringkat teratas dalam daftarku. Empat mobil bisa terguling di jalanan tapi yang ada di pikiranku cuma kamu dan kamu saja.

Semuanya berlangsung cepat dan tiba-tiba saja setiap hariku diisi kamu. Akhirnya kau jadi orang yang terakhir kupikirkan sebelum terlelap dan sekaligus orang pertama yang kuingat di pagi hari.

Sepertinya semesta ikut campur terlalu dalam, karena aku tidak pernah punya keinginan untuk bergantung pada orang lain. Tapi di sinilah aku sekarang, memegang telepon dan berharap kau akan mengirimkan pesan pendek yang bisa membuatku tersenyum seperti orang bodoh. Tiap hari seperti orang linglung aku menantikan cukup satu kalimat saja, uring-uringan sampai akhirnya tertidur ketika kau bersikap seperti telah melupakan eksistensiku.

Aku bergantung padamu sedemikiannya hingga aku merasa seperti Ophelia yang ditinggalkan Hamlet dalam adegan Nunnery.


Semesta ikut campur terlalu banyak sampai aku menyerah dalam arusnya. Terserah kau bawa kemana, aku akan ikut di belakangmu.

Leave a Reply