Love The Way You Lie


#137 - Love The Way You Lie (Rihanna-Eminem)

Just gonna stand there and watch me burn
That's all right because I like the way it hurts
Just gonna stand there and hear me cry
That's all right because I love the way you lie
I love the way you lie



Ia menjatuhkan tubuhnya ke lantai, membiarkan kedua lutut dan tangannya menjadi tumpuan tubuhnya sementara ia membungkuk, menundukan kepalanya dalam-dalam. Mengucapkan maaf berulang kali, penyesalan berkepanjangan, dan banyak janji bahwa tidak akan ada lain kali. Ia mengangkat kepalanya dan menatap sosok di hadapannya dengan pandangan memohon, tenornya terdengar terus dalam lantunan janji-janji halus yang sama seperti tiap kalinya. Jangan pergi, jangan pergi kumohon, katanya. Aku akan berubah, kumohon, akan kulakukan apapun asalkan kau tidak pergi, ujarnya dengan nada yang membuatmu hampir menyerah. Kau tahu itu semua hanya kebohongan lain yang diciptakannya, kau tahu.

Namun kali ini juga kau tidak bisa menolak permohonannya.

Kau membungkuk di hadapannya dan melingkarkan kedua lenganmu di lehernya, membisikan kata-kata lembut bahwa kau tidak akan pergi, selamanya di sisinya. Kau merasakan ia membalas pelukanmu dengan kalimat-kalimat penuh terima kasih terucap tak henti-hentinya, dan kau tersenyum meskipun pipimu mulai basah.




Tujuh puluh jam kemudian saat memar kebiruan muncul di pipimu dan luka di sudut bibirmu kembali terbuka, sekali lagi kau mengepak baju-bajumu ke dalam tas. Untuk yang kedua kalinya minggu ini, warna merah muda di apartemen milik kalian berkumpul di dalam tasmu. Karena dia tidak pernah menyukai warna itu. Kau tersenyum getir, teringat tahun-tahun sebelumnya saat dia masih membelikan macam-macam benda merah muda hanya untuk membuatmu tersenyum. Dulu. Kau menutup resleting tasmu, menyampirkan ransel merah muda pucat pemberiannya di bahumu. Tapi dia kembali datang, memohon di depan kamarmu. Mengatakan kalimat cinta yang semakin terasa kosong di telingamu. Kali ini kau menggeleng pelan, sudah cukup semua janji yang pada akhirnya tak pernah terlaksana. Pipimu masih terasa sakit, dan kau tahu kau harus mengganti perban di lenganmu dalam waktu dekat. Jadi kali ini kau menggeleng, siap untuk melangkah keluar dari kehidupannya dan meninggalkan rasa sakit di belakang.

Tapi kau tetap tak berdaya ketika dia menarikmu ke arahnya.


Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf.


Dia terus mengucap kata itu dengan suara lirih. Suara tenor yang dulu sering menyanyikan lulabi untukmu. Berulang-ulang kata itu terdengar hingga kau merasa tubuhmu lemas dan sekali lagi kau dibuatnya menangis. Kau melepaskan tas dalam genggamanmu, membiarkannya jatuh dengan suara pelan ke lantai. Tanganmu menggenggam lengan bajunya, erat seakan tidak ingin melepaskannya. Kau memang tidak ingin.

Kau harus bertumpu pada ujung jari kakimu agar bisa meletakan dagumu di bahunya. Sebagian dirimu ingin membebaskan diri, tapi seperti biasa, wangi tubuhnya membuatmu kelu. Kau hanya bisa menghirupnya dalam-dalam, campuran wangi cologne yang bercampur dengan aroma anggur merah. Kau tidak ingat sejak kapan kau meninggalkan obsesimu pada minuman itu, hanya menatap dari sisi sementara ia yang menenggak gelas berisi alkohol. Kau juga tak ingat lagi, kapan rasa frustasi mulai membutakannya dan kapan pertama kali ia melemparmu ke dinding. Kau tidak ingat lagi kapan terakhir kali ia bernyanyi untukmu atau kapan ia berhenti mengecup keningmu. Kau tidak ingat, sejak kapan kata sayang dan cinta kehilangan arti untukmu.

Ia terus membisikan kata-kata lirih, janji bahwa ia tidak akan pernah melakukannya lagi. Kau tahu itu hanya satu lagi janji palsu yang diucapkannya, seperti sebelumnya. Dan sebelumnya lagi. Tapi kau tetap membiarkan dirimu terkurung dalam kehidupannya. Karena janji palsu itu adalah buatannya, karena semua kebohongan yang terucap tak peduli seberapa menyakitkan itu terucap darinya, dan kau bisa tidak peduli dengan semuanya, dengan dirimu sendiri, karena kau tahu bahwa kau hanya hidup untuknya.



Kali berikutnya ketika janjinya terbukti sekali lagi hanya kata-kata kosong dan kau bersiap-siap untuk pergi. Kau sebenarnya tahu bahwa kau hanya mengulangi rutinitas yang sama. Karena kau memang tidak akan pernah meninggalkannya. Karena kau pikir, mencintai berarti menerima semua kelebihan dan kekurangan seseorang. Dan jika pukulan dan kebohongan adalah bagian dari dirinya, kau juga mencintai bagian itu tanpa terkecuali.



Dan ketika malam itu ia menyanyikan lulabi untukmu dan mengecup keningmu setelah sekian lama, kau berpikir bahwa semua itu seharga dengan sakit yang kau terima.

Leave a Reply