Delapan Belas: H, I, J


Aku suka bagaimana tiap kali kita berpapasan kau akan berpura-pura tidak melihatku, namun kau tetap menjaga jarak untuk memastikann aku melihatmu. Kemudian ketika aku menatapmu, kau hanya balas menatap tanpa mengatakan apa-apa. Baru ketika aku memanggil namamu kau akan mengangkat satu tanganmu dan tersenyum, sedikit. Karena kau kira tipe yang cool begini akan lebih menarik perhatian.

Kubilang, kau terlalu banyak membaca komik.



Aku suka bagaimana kau bicara keras-keras dengan temanmu, tertawa terbahak-bahak karena lelucon yang tidak kumengerti. Namun ketika aku mengetuk pundakmu untuk menanyakan sesuatu, kau akan langsung mengubah nada bicaramu. Kuakui nada-nada lembut dan manis adalah kelemahanku. Dan kau memanfaatkannya.

Curang.



Aku suka melihat jari-jarimu yang cekatan bermain di atas karyamu. Saat kau membentuk musik dengan gitar atau ketika kau sibuk dengan laptop atau handphonemu. Anehkah kalau aku merasa iri pada mainanmu? Karena aku ingin jemarimu itu menggenggam jemariku saja. Jangan dilepas.

Jangan, kubilang.



Aku suka bagaimana meskipun banyolan selalu keluar dari mulutmu, kau bisa menunjukan kedewasaanmu di saat yang tepat. Biasanya cerita-ceritamu konyol, kau sadar tidak? Tapi kemudian kau mengatakan sesuatu tentang kehidupan, di saat kami berkata A, kau akan melihat jauh ke depan dan berkata B. Sisimu yang begini, membuatku ketar-ketir karena, hei, kau luar biasa. Kenapa bisa aku kagum pada sosok paradoks yang begini, entahlah.

Kau kompleks, sih.




Kata orang, 'aku mencintainya karena dia sempurna di mataku'. Konyol, kubilang. Maka nanti saat dia tak lagi sempurna di matamu, kau akan berhenti mencintainya? Biar kubalas dengan mengatakan hei, 'kau terlihat sempurna karena aku menyukaimu'. Karena aku teramat menyukaimu hingga semua hal tentangmu terlihat sempurna di mataku.





Eternally yours, sir.


Leave a Reply