Drabbles #1

#1 Why did I end up falling for you?


Semakin lama semakin sulit, harus bersikap terus begini di hadapannya. Tersenyum dan tertawa seakan semua baik-baik saja. Dia tak pernah sadar, semua tatapan yang kuberikan padanya. Sekali kuraih lengan bajunya, ingin berkata 'jangan pergi'. Tapi meski berapa kalipun kuulang kalimat itu di dalam kepalaku, kata-kata itu tidak pernah bisa terucap. Kali itu juga, kubalas tatapan bingungnya dengan gelengan kepala dan senyum. Setidaknya sekarang tidak apa-apa, setidaknya sekarang, selama dia masih ada di sini.

Aku cinta kamu, kuulang kata-kata itu. Di dalam hati, karena dia bahkan tidak akan mengerti artinya jika aku mengucapkannya langsung. Jadi seperti kalimat-kalimat lainnya yang kurangkai untuknya, kutelan kembali juga pengakuan ini. Biar jadi rahasia kecilku.

Kenapa harus padanya. Pertanyaan itu tak pernah meninggalkan benakku. Sekalipun kali ini juga dia membalikan tubuhnya meninggalkanku untuk entah ke berapa kalinya, sekalipun kali ini ada orang lain yang berdiri di sisinya, kenapa rasa ini tak bisa hilang? Terus dan terus saja, meskipun kata tamat sudah terukir sejak awal. Bagaimana bisa aku tetap berdiri di samping, mendoakan kebahagiannya dengan orang lain sementara yang menderita hanya aku sendiri. Seharusnya dia tetap di sini, tak akan pernah pergi, selalu dan selalu disampingku. Sekarang semuanya berakhir.



#2 Things Called Happiness

Terkadang mereka bilang aku orang yang aneh, karena kebiasaanku untuk melihat hal-hal kecil tidak penting di atas keseluruhan hal besar. Aku tak pernah menggubrisnya, karenah hei, hal itulah yang membawaku padamu.

Kebiasaanmu mengacak rambut di saat frustasi selalu membuatku tertarik, karena di saat itu kau terlihat manusiawi, seperti aku melihat sisi lain darimu yang tak kau tunjukan pada orang lain. Terkadang tanpa sadar kau bersenandung, nada-nada random dari lagu yang tak pernah kudengar. Kupikir itu lucu, karena kau bahkan tak tahu apa yang kau nyanyikan ketika kutanya. Tapi kudapati diriku menyenandungkan nada yang sama beberapa hari kemudian.

Kau selalu meninggalkan setidaknya empat pesan tiap harinya:
Pagi, hari ini juga tetap semangat!--kau bahkan tak tahu semangat yang kau timbulkan hanya dengan kata-katamu, tapi tiap hari, rutinitas pesan ini tak pernah kau lupakan. Cokelat bukan menu makan siang, ayo makan yang benar!--aku membalasnya dengan menu makan siangku hari itu. Dan saat kau mengatakan 'bagus' disertai tawa khasmu, kurasa aku bisa tidak memakan cokelat seumur hidupku.

Matahari terbenam kali ini juga tetap indah, kau lihat tidak?--kusadari menatap langit menjadi rutinitas harianku, karena aku tahu di suatu tempat kau juga menatap langit yang sama. Good night, love ya.--dan tiap malam juga, aku menatap langit-langit dan berdoa agar hari esok datang, dan agar kau menjadi bagian dari tiap detiknya.



#3 Only You

Aku masih tak percaya, meski ketika kuhitung sudah tiga puluh hari berlalu sejak dia mengatakan kata-kata itu. Aku masih mengenakan jam tangan yang dia berikan, berharap hari ini dia akan tersenyum bangga seperti sebelumnya. Baru keesokan harinya aku menyadari bahwa dia sudah pergi, dan saat itu akhirnya aku menangis. Karena berpikir berapa kali pun aku tetap tidak ingin melewati hari-hari tanpanya. Perlu tiga puluh hari lagi hingga akhirnya air mata ini habis, aku tak bisa lagi bersembunyi. Kuputuskan mungkin sudah saatnya aku melepasmu, memulai kembali kehidupanku.

Tapi membentuk senyum pun aku tak bisa.

Kusadari meskipun aku mencoba untuk melupakanmu, tiap hari aku tetap mencarimu di tengah keramaian. Meskipun aku melihat ke arah lain, tetap saja yang terbayang hanya senyummu. Seperti penyakit yang tak dapat disembuhkan, akut. Aku tak bisa terus begini. Kembalilah...


Are you doing okay? I'm not doing well, I need you.





#1 TVXQ
#2 SS501
#3 2pm

Leave a Reply