Satu

Mungkin hanya sepersekian waktu dari keseluruhan hari yang kutorehkan di kota baru. Semula tempat perantauan kini kusebut tempat tinggal. Lelah menjadi satu eksistensi yang tak memiliki akar, raga kosong tanpa dasar. Mengunci hati dalam-dalam, membentuk benteng pertahanan dari serangan asing. Lelah aku menjadi dia, hingga aku merasa perlahan lenyap. Tempatku berpegang mulai goyah dan aku menuruni lembah yang tak yakin bisa kupanjat kembali. Inginnya lari, hingga tak lagi perlu merasa limbung. Biar berdiri di tempat datar, dimana kenyataan menerimaku dengan lapang.

Lambat laun goyah, pastinya aku akan terseret juga. Jatuh tanpa sempat berucap. Saat hari itu tiba, mungkin harapan tempatku berpijak akan runtuh.

Namun aku salah. Dia selalu ada. Memberiku satu tempat untuk mengadu dan mempertahankan fondasi yang susah payah kubuat. Dia mengirimkanku serdadunya, membawa kasih-Nya padaku. Kubuka pintuku, menyambut hangat mereka. Dan sekali-kali aku bahagia, karena kusadari dimanapun aku berada selalu ada sebagian kecil tempat aku dapat berpulang. Mungkin kebanyakan membuatku risih, membekukan hati dalam ucapan tak bermakna. Namun lihat, mereka juga ada. Selalu.

Jadi kusampaikan sedikit salam ini, doa untukmu agar selalu bahagia,
dan semoga aku menjadi bagian dari dalamnya.

Leave a Reply