Kamu.

Kau hanya seorang kenalan, sekedar eksistansi yang hadir dalan sejengkal hidupku, ketika aku membangun tembok disekeliling diriku. Mengatupkan bibir lama dan hanya terbuka untuk bicara kebohongan. Lidahku sulit jujur, ketika aku tahu kebenaran hanya membuatmu memandang sebelah mata. Tak berani ku keluarkan diri sepenuhnya dari kotak, tak percaya aku padamu yang hanya bisa melihatku dari sudut pandangmu saja. Kau yang merasa kehadiranku tak berarti, tak sadarkah bahwa bagiku kau sama tak berartinya? Tak perlu aku orang sepertimu, yang ingin aku berubah hanya untuk bersanding denganmu. Kau hanya seorang kenalan, seorang yang kebetulan tersesat masuk dalam mimpiku.

Kukatakan kau seorang teman, ketika aku memberitahukan padamu apa yang kusuka dan tidak kusukai. Ketika aku tidak merasa perlu membangun tembok dan cukup nyaman untuk menanggalkan topengku. Ketika aku bisa tersenyum dan mengatakan isi hati tanpa kekhawatiran kau akan berbalik mencemooh. Kau sama sepertiku, kita berdua punya jalan cerita yang serupa. Kau dan aku, saling mengerti alasan masing-masing. Kita berbagi dan untuk sementara tahu ada seorang yang menerima wajah di balik topeng ini. Kau seorang teman, seorang yang kehadirannya selalu kuterima.

Kukatakan kau seorang sahabat, sebuah eksistansi konstan yang kuperlukan dalam menyeimbangkan hidupku, ketika aku bisa bertopang padamu tanpa perlu curiga kau akan menjatuhkanku. Kau yang tak berbalik pergi meski aku berkata apa, kau yang tak pernah peduli apa kekuranganku, kau yang menerima apa yang kusukai dan kubenci meski kau tak mengerti. Kau seorang terkasih, kupanjatkan doa untukmu. Satu harapan agar aku bisa memiliki arti yang sama untukmu.

Leave a Reply