Bleu de France

Ada seseorang yang kubenci.

Dia manis, perhatian, dan sopan. Dia sebaik-baiknya seorang laki-laki, seorang yang tampak sempurna dimataku. Terlalu sempurna, dan aku membencinya. Aku benci bagaimana setiap dia menyapa aku dibuatnya merasa bahagia. Aku benci bagaimana aku merekam tiap pembicaraan dengannya di kepalaku, mengingat tiap detil yang ia ceritakan mengenai dirinya. Aku benci dengan perhatian yang diberikannya padaku, kata-katanya yang mengingatkanku akan kewajiban dan hal yang harus kulakukan untuk menjaga diriku.

"Udah malem, besok sekolah kan? Nggak tidur?"

Aku benci pada kalimatnya yang memberikan inspirasi, mengajarkanku bahwa manusia tidak sempurna dan bahwa meragukan kenyataan itu tidak salah. Aku benci bagaimana dia selalu membuatku tertawa dengan candaannya meski aku berada dalam mood seburuk apapun. Aku benci melihat kebaikannya, yang tidak diberikan semuanya utuh kepadaku melainkan dibagikan sama rata pada semua orang. Aku benci melihatnya dekat dengan orang lain, mendengar cerita apa yang ia lakukan bersama orang lain. Aku benci bagaimana ia membuatku menangis dengan kebohongannya. Aku benci pada hal-hal yang ia lakukan, yang bisa membuatku memaafkannya untuk kesalahan seperti apapun. Aku benci padanya, yang membuatku berharap akan sesuatu yang lebih.

...dan aku benci, bagaimana aku mengingat kebelakang. Membuka lembaran arsip lama, hanya untuk menuliskan sesuatu tentang dia.

Leave a Reply