Tiga

Kenapa degup tercipta dengan sendirinya,

hingga rasanya tak adil.
Tak benar.
Salah.
Harus dihilangkan.

Jemari yang terjalin,
sepasang cincin,
senyum yang identik,
seakan mencemooh.

Merenggangkan tangan selebar-lebarnya;
hampa.
Terus saja begitu.
Tanpa kehadirannya,
hampa.

Ketika ujung jariku berusaha menggapai,
menyapu helaian yang terjatuh di keningnya;
ditepis,
begitu saja.
Karena dia memang begitu.

Ketika kata-kata seperti 'aku cinta padamu' seakan tak memiliki arti.
Karena dia berbeda,
tak ada kata yang bisa menundukannya.

Seperti air, semakin digenggam semakin cepat pergi.
Jadilah wadah,
katanya.
Biarkan dia mengembangkan sayapnya,
dan saat itu merasa wadahnya cukup untuk menamppung tiap tetes keegoisannya;
dia milikmu.

Selamanya.




Leave a Reply